Bertemu dengan saya lagi in My Blog :) Saya akan bagi-bagi
informasi mengenai "Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Prasejarah" . Langsung Saja Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu
dapat disebabkan karena ada interaksi antara manusia dengan manusia dan
manusia dengan alam. Ketika kebutuhan hidup manusia terpenuhi oleh alam,
manusia tidak perlu susah-susah membuat dan mengolah makanan. Manusia
cukup mengambil dari alam, karena alam banyak menyediakan kebutuhan
manusia, terutama makanan. Makanan itu antara lain buah-buahan dan
binatang buruan. Kehidupan awal manusia sangat tergantung dari alam.
Ketika alam sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia, yang
disebabkan populasi manusia bertambah dan sumber daya alam berkurang,
maka manusia mulai memikirkan bagaimana dapat menghasilkan makanan.
Manusia harus mengolah alam. Pada masa ini kehidupan manusia berkembang
dengan mulai mengolah makanan dengan cara bercocok tanam. Karena manusia
sudah beralih pada tingkat kehidupan bercocok tanam, maka pola hidupnya
tidak lagi nomaden atau berpindah-pindah. Manusia sudah mulai menetap
di suatu tempat, yang dekat dengan alam yang diolahnya. Binatang buruan
pun sudah ada yang mulai dipelihara. Dengan demikian, bercocok tanam dan
beternak sudah berkembang pada masa ini. Alam yang dipakai untuk
bercocok tanam adalah hutan-hutan. Hutan itu ditebang, dibersihkan,
kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, atau pepohonan
lainnya yang dibutuhkan oleh manusia atau masyarakat. Cara yang mereka
lakukan masih sangat sederhana. Berhuma merupakan cara bercocok tanam
yang sangat sederhana. Karena berhuma memerlukan tempat yang subur, maka
ketika tanah itu sudah tidak subur, mereka akan mencari daerah baru.
Dengan demikian hidup mereka berpindah ke tempat baru untuk waktu
tertentu, dan begitu seterusnya.
b. Alat-alat yang dihasilkan Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Peralatan pada masa bercocok tanam masuk pada zaman mesolithikum (zaman
batu pertengahan) dan neolithikum (zaman batu muda). Namun demikian
alat-alat yang dihasilkan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
atau zaman palaeolithikum tidak ditinggalkan. Alat-alat itu masih
dipertahankan dan dikembangkan, seperti alat-alat dari batu sudah tidak
kasar lagi tapi sudah lebih halus karena ada proses pengasahan. Berikut
ini alat-alat atau benda-benda yang dihasilkan pada masa bercocok tanam.
1) Kjokkenmoddinger Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa bercocok tanam,
manusia purba sudah tinggal menetap. Salah satu bukti adanya sisa-sisa
tempat tinggal itu ialah kjokkenmoddinger (sampah-sampah dapur). Istilah
ini berasal dari bahasa Denmark (kjokken = dapur, modding = sampah).
Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai Sumatera Timur
menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir pantai. Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang
itu dimakan dan kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama
bertahun-tahun, ratusan tahun, atau ribuan tahun, bertumpuklah kulit
siput dan kerang itu menyerupai bukit. Bukit kerang inilah yang disebut
kjokkenmoddinger.
Di tempat kjokkenmoddinger ditemukan juga alat-alat lainnya, seperti
pebble (kapak genggam yang sudah halus), batu-batu penggiling beserta
landasannya, alat-alat dari tulang belulang, dan pecahan-pecahan
tengkorak.
2) Abris Sous Rosche Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous
rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam
batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes,
batu-batu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu
terbuat dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di
Ponorogo, Bojonegoro, dan Lamoncong (Sulawesi Selatan).
3) Gerabah Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah
makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai tempat
meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat dari tanah
liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah tidak hanya
berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan
menjadi barang yang memiliki nilai seni. Cara pembuatan gerabah
mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk
yang kompleks. Dalam bentuk yang sederhana dibuat dengan tidak
menggunakan roda. Bahan yang digunakan berupa campuran tanah liat dan
langsung diberi bentuk dengan menggunakan tangan. Teknik pembuatan
semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat memperoleh
bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah. Dalam perkembangan ini,
pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai dihias dengan
pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya hiasan anyaman. Untuk
membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara menempelkan agak keras
selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah sebelum
gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur sampai kering dan dibakar.
Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini
manusia sudah mengenal bercocok tanam dan orang mulai dapat menenun.
4) Kapak persegi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini
yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah
bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain
yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul
untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah.
Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak
Persegi yaitu von Heine Geldern.
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api dan
chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi.
Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan.
Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di
bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih
sangat sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut,
kapak persegi banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada
bahan bakunya, yaitu batu api.
5) Kapak lonjong Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Pemberian nama kapak lonjong berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini
yaitu garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk
lonjong. Sedangkan bentuk kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang
agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya yang bulat
diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran yang
besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak
lonjong masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak
ini banyak ditemukan di Papua (Irian). Kapak ini ditemukan pula di
daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa,
dan Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara lain,
seperti Walzeinbeil di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan
Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebarannya, yaitu dari timur mulai dari daratan Asia ke Jepang,
Formosa, Filipina, Minahasa, terus ke timur. Penemuan-penemuan di
Formosa dan Filipina memperkuat pendapat ini. Dari Irian daerah
persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6) Perhiasan Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan
dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar,
seperti hiasan kulit kerang dari sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang
terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti gerabah, dan ada pula
yang terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliung.
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu
dipukul-pukul sampai menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang
rata dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula, kedua cekungan itu
bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian digosok-gosok
dan diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari
dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara
lain untuk membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan
gurdi. Batu yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan
sebuah gurdi dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan
seutas tali dan sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai
berlubang.
7) Pakaian Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam
diperkirakan mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk
pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya
pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat
lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu.
Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang akan
dibuat.c. Konsep kepercayaan dan bangunan megalit Manusia Purba pada
Masa Bercocok Tanam
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia pada zaman berburu dan
mengumpulkan makanan sudah mengenal kepercayaan. Kepercayaan manusia ini
mengalami perkembangan. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
kepercayaan baru sebatas adanya penguburan. Kepercayaan ini kemudian
berkembang pada masa bercocok tanam dan perundagian. Bukti peninggalan
kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya
bangunan-bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman
penemuan batu-batu besar ini disebut dengan zaman megalithikum.
Bangunan-bangunan batu yang dihasilkan pada zaman megalithikum antara
lain sebagai berikut.
1) Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh
nenek moyang. Daerah-daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia,
seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan,
Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti
palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu
sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman
megalithikum (zaman batu besar). Adanya sarkofagus ini menandakan
kepercayaan pada waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur
dalam peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu
itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang berbentuk
meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi sebagai
tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang. Di beberapa
tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di dalam dolmen
terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang meninggal, di
dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi
binatang, dan alat-alat dari besi.
4) Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya
sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan
batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah
Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama
seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di
Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6) Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden
berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang
berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden
berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden
berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis
(Jawa Barat).
7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia.
Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar